Senin, 19 April 2010

karekteristik pesawat terbang

Menurut Sartono (1992) karakteristik pesawat terbang yang berhubungan dengan perancangan lapis keras bandara antara lain:
1) Beban pesawat
2) Konfigurasi roda pendaratan utama pesawat

. Beban Pesawat
Beban pesawat diperlukan untuk menentukan tebal lapis keras Landing Movement yang dibutuhkan. Beberapa jenis beban pesawat yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat antara lain:

a) Berat kosong operasi (Operating Weight Empty = OWE)
Adalah Beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda pesawat tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar.

b) Muatan (Payload)
Adalah beban pesawat yang diperbolehkan untuk diangkut oleh pesawat sesuai dengan persyaratan angkut pesawat. Biasanya beban muatan menghasilkan pendapatan (beban yang dikenai biaya). Secara teoritis beban maksimum ini merupakan perbedaan antara berat bahan bakar kosong dan berat operasi kosong.

c) Berat bahan bakar kosong (Zero Fuel Weight = ZFW)
Adalah beban maksirnum yang terdiri dan berat operasi kosong, beban penumpang dan barang.

d) Berat Ramp maksimum (Maximum Ramp Weight = MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, maka akan terjadi pembakaran bahan bakar sehingga pesawat akan kehilangan berat.

e) Berat maksimum lepas landas (Maximum Take Off Weight = MTOW)
Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi berat

f) Berat maksimum pendaratan (Maximum Landing Weight = MLW)
Adalah beban rnaksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras (mendarat) sesuai dengan bobot pesawat dan persyaratan kelayakan penerbangan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian beban pesawat saat pengoperasian dirangkum dalam TabeI l.14 berikut:



Konfigurasi Roda Pendaratan Utama
Selain berat pesawat, konfigurasi roda pendaratan utama sangat berpengaruh terhadap perancangan tebal lapis keras. Pada umumnya konfigurasi roda pendaratan utama dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang ditimbulkan selama melakukan pendaratan (semakin besar gaya yang ditimbulkan sernakin kuat roda yang digunakan), dan untuk menahan beban yang lebih kecil dan beban pesawat lepas landas maksimum. Dan selama pendaratan berat pesawat akan berkurang akibat terpakainya bahan bakar yang cukup besar.
Konfigurasi roda pendaratan utama, ukuran dan tekanan pemompaan tipikal untuk beberapa jenis pesawat dirangkurn dalarn Tabel 1.5 berikut:

Landas Pacu (Runway)
Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oieh pesawat terbang untuk mendarat (landing) atau lepas landas (take off), Menurut Horonjeff (1994) sistem runway di suatu bandara terdiri dan perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end safety area) (lihat Gambar 1.1.3). Uraian dan sistem runway adalah sebagai berikut:

1) Perkerasan struktur mendukung pesawat sehubungan dengan beban struktur, kemampuan manuver, kendali, stabilitas dan kriteria dimensi dan operasi lainnya.

2) Bahu landasan (shoulder) yang terletak berdekatan dengan pinggir perkerasan struktur menahan erosi hembusan jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan dan keadaan darurat.

3) Bantal hembusan (blast pad) adalah suatu daerah yang dirancang untuk mencegah erosi permukaan yang berdekatan dengan ujung-ujung runway yang menerima hembusan jet yang terus menerus atau yang berulang. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 feet (30 m), namun dari pengalaman untuk pesawat-pesawat transport sebaiknya 200 feet (60 m), kecuali untuk pesawat berbadan lebar panjang bantal hembusan yang dibutuhkan 400 feet (120m). Lebar bantal hembusan harus mencakup baik lebar runway maupun bahu landasan (Horonjeff, 1994).

4) Daerah aman runway (runway end safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, diberi drainase, rata dan mencakup perkerasan struktur, bahu landasan, bantal hembusan dan daerah perhentian, apabila disediakan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan dan dalam keadaan darurat juga harus mampu mendukung pesawat seandainya pesawat karena sesuatu hal keluar dan landasan.








Konfigurasi Runway
Terdapat banyak konfigurasi runway. Kebanyakan merupakan kombinasi dan konfigurasi dasar. Bentuk-bentuk runway dapat dilihat pada Gambar berikut. Adapun uraian beberapa bentuk dan konfigurasi dasar runway (Horonjeff, 1994) adalah sebagai berikut:

Runway tunggal
Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway jenis ini dalam kondisi VFR (Visual Flight Rules) berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam, sedangkan dalam kondisi IFR (Instrument Flight Rules) kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi yang tersedia.




Kondisi VFR (Visual Flight Rules) adalah kondisi penerbangan dengan keadaan cuaca yang sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat mempertahankan jarak pisah yang aman dengan cara cara visual. Sedangkan kondisi IFR (Instrument Flight Rules) adalah kondisi penerbangan apabila jarak penglihatan atau batas penglihatan berada dibawah yang ditentukan oleh VFR. Dalam kondisi- kondisi IFR jarak pisah yang aman di antara pesawat merupakan tanggung jawab petugas pengendali lalu lintas udara, sementara dalam kondisi VFR hal itu merupakan tanggung jawab penerbang, Jadi dalam kondisi-kondisi VFR, pengendalian lalu lintas udara adalah sangat kecil, dan pesawat terbang diizinkan terbang atas dasar prinsip “melihat dan dilihat”.

Runway sejajar
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi. tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam.



Runway dua jalur
Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih banyak dan runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih banyak dan runway tunggal dalam kondisi WR.




Runway bersilangan
Kapasitas runway yang hersilangan sangat tergantung pada letak persilangannya dan pada cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas landas atau mendarat). Makin jauh letak titik silang dan ujung lepas landas runway dan ambang (threshold) pendaratan, kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi dicapai apabila titik silang terletak dekat dengan ujung lepas landas dan ambang pendaratan (Gambar 1.16). Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.17 kapasitas per jam adalah 60 sampai 70 operasi dalam kondisi IFR dan 70 sampai 175 operasi dalam kondisi VFR yang tergantung pada campuran


pesawat. Untuk strategi yang diperlihatkan pada Gambar 1.18, kapasitas per jam dalam kondisi IFR adalah 45 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dan 60 sampai 100 operasi. Untuk strategi yang dipenlihatkan pada Gambar 1.19, kapasitas per jam dalam kondisi IFR adalah 40 sampai 60 operasi dan dalam kondisi VFR dan 50 sanlpai 100 operasi.




Runway V terbuka
Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V (Gambar 1.20). Dalam kondisi IFR, kapasitas per jam untuk strategi mi berkisar antara 50 sampai 80 operasi tergantung pada campuran pesawat terbang, dan dalam kondisi VFR antara 60 sampai 180 operasi. Apabila operasi penerbangan dilakukan menuju V (Gambar 1.21), kapasitasnya berkurang menjadi 50 atau 60 dalarn kondisi IFR dan antara 50 sampai 100 dalam VFR.










RENCANA INDUK
Filosofi:
Penyediaan keseluruhan kebutuhan baik bagi pesawat, penumpang, barang, dana investasi yang paling minimum, penumpang yang maksimum, serta hubungannya dengan Iingkungan. kemudahan bagi operator dan staff penggunan bandara serta hubungannya dengan lingkungan di sekitar bandara schingga merupakan kondisi efisien, aman dan nyaman.

Tujuan Umum
Sebagai pedoman bagi pengembangan bandara di masa mendatang.

Tujuan Khusus
Sebagai pedoman bagi:
1. Pengembangan fisik & Land use
2. Pengembangan lahan di sekitar ban dara
3. Penetapan jalan masuk
4. Penetapan efeknya terhadap Iingkungan dan segi konstruksi dan operasi bandara
5. Analisa Biaya Ekonomi dimasa mendatang

2.1. Beberapa aktifitas pada Rencana Induk:
1). Rencana Kebijaksanaan atau kondisi (Policy & Coordinate Planning)
• Tujuan dan sasaran proyek
• Membuat program kerja, jadwal dan anggaran
• Mernpersiapkan format evaluasi / keputusan.
• Mengembangakan proses koordinasi dan monitoring
• Mengembangkan manajemen data & publik informasi system
• Mempersiapkan analisis karakteristik pasar & random (Prakiraan tentang kegiatan penerbangan).
• Menetapkan keuntungan & biaya yang representatif sehubungan dengan alternatif pengembangan.
• Mernpersiapkan penilaian dan pengaruh bandara terhadap areal ekonomi


3). Rencana Fisik meliputi pengembangan:
• Tersedianya ruang angkasa (air space) & air traffic control.
• Konfigurasi airfield (termasuk zona pendekatan terminal).
• Jaringan sirkulasi, utilitas & komunikasi.
• Sistem jalan masuk darat.
• Pola penggunaan lahan keseluruhan.

4). Rencana lingkungan
• Membuat penilaian kondisi lingkungan alam yang berhubungan dengan areal yang dipengaruhi oleh bandara (kehidupan tumbuhan, binatang, cuaca, topografi, sumber alam),
• Penentuan sikap & pendapat masyarakat

5). Rencana biaya (Financial Planning)
• Menentukan sumber dana & batasan-batasannya.
• Mempersiapkan kelayakan biaya dan beberapa alternatif pengembangan.
• Mempersiapkan rencana biaya awal & program akhir



2.2. Langkah-langkah pada proses perencanaan:
• Mempersiapkan program kerja dan Master Planning
• Iinventanisasi & dokumentasi dan kondisi yang ada
• Prakiraan kebutuhan lalu lintas udara di masa dating
• Penentuan kebutuhan fasilitas & pengembangannya dalam waktu yang sama
• Mengevaluasi batasan-batasan yang ada & batas yang potensial (yang mungkin timbul).
• Tujuan dan beberapa keputusan / prioritas yang menyangkut tipe bandara & batasannya serta politis.
• Pengembangan dan beberapa konsep / master planning dengan tujuan sebagai pembanding
• Review & memperlihatkan rencana konsep).
• Menyeleksi beberapa altematif yang dapat diterima & paling efektif.



2.3. Prakiraan (Forecasting) untuk Perencanaan
a). Tujuan membuat forecasting:
1. Menyediakan informasi untuk membuat bandara: rencana fisik & rencana biaya
2. Bukan untuk memprediksi sesuatu yang tidak diketahui di masa mendatang secara tepat (precise).

b). Hal terpenting untuk perencanaan bandara:
• Pergerakan pesawat
• Pergerakan penumpang
• Barang yang diangkut

c). Jenis penerbangan:
i. Penerbangan komersil (Commercial Aviation)
• Penumpang
• Cargo

ii. Penerbangan Umum (General Aviation)
• Penerbangan pribadi
• Penerbangan pelayaran, Ex. Pesawat hujan buatan, Penerbangan bisnis (bukan untuk kornersil), cx. Survey foto, untuk kebutuhan pribadi.

iii. Penerbangan Militer (Military Aviation)

d). Beberapa Item yang diperlukan untuk forecasting
i. Penumpang, barang surat yang diangkut setiap tahun dengan kategori:
• Internasional & domestic
• Terjadwal & tidak terjadwal
• Kedatangan, keberangkatan, transit & transfer.

ii. Tipikal jam puncak gerakan pesawat, penumpang, barang & surat yang diangkut dan kategori kedatangan.
iii, The average day of busy month pergerakan pesawat penumpang, barang & surat yang diangkut pada kategori (i).


iv. Jumlah pesawat penerbangan yang dilayani bandara beserta rutenya dan kategori domestik & internasional. - 4 check in, kantor, pemeliharaan.
v. Tipe pesawat yang memakai bandara, jumlah total dan masing-masing tipe utama & rasionya pada jam-jam sibuk.
vi. Jumlah pesawat yang parkir di bandara, terjadwal & tidak terjadwal dan oleh penerbangan umum.
vii. Kebutuhan sistem jalan masuk bandara & daerah sekitar,
viii. Jumlah pengunjung & pekerja bandara dalam kategori (i).

e). Konversi ke Kriteria Perencanaan
Sumber:
• FAA (Federal Aviation Administrasion).
• Badan- badan penerbangan:
 ICAO (International Civil Aviation Organisation) menghasilkan perencanaan Internasional dan Perjanjian penerbangan
 Departement of Transportation
1. total tempat duduk pesawat (seats) dan bandara pada tahun paling akhir, dimana data aktual diperoleh (the best year) diperkirakan peningkatannya sama dengan perkiraan penumpang.
2. total tempat duduk pesawat yang diramalkan, didistribusikan ke masing masing pesawat yang diharapkan beroperasi pada tahun yang diperkirakan:

total_tempat duduk dari type type pesawat
jumlah operasi pesawat =
kapasita tempat duduk rata -rata
dijumlahkan -+ total annual aircraft operation


3. jumlah tempat duduk yang dibutuhkan selama jam puncak:
Seats - in ypical – busy- day in- best - year
= annual — seats — required * _____________________________________________ seats- in- the – seats –in –the best- year – as- a whole

4. kebutuhan tempat duduk pada pesawat pada jam puncak di alokasikan pada beberapa tipe pesawat pembawa yang diharapkan beroperasi selama tahun perkiraan.
5. total jumlah jam puncak operasi pesawat adalah jumi ah operasi dan masing masing pesawat.

1. Lokasi ideal:
• Daerah aman bagi operasional pesawat:
i. Obstacle (bangunan sekitar handara
ii. Hazard (lingkungan: asap, suara, kabut)
• Daerah dengan potensial air traffic yang mernenuhi kebutuhan demand untuk jangka panjang
• Daerah aman bagi lingkungan sekitar bandara
• Memberikan keuntungan yang maksimal

2. Beberapa langkah dalam mengevaluasi & Pemilihan lokasi:
a). Perencanaan secara kasar area yang dibutuhkan:
• Berkaitan dengan runway yang menjadi bagian mama bandara
• Harus bebas halangan 15 km
• Yang barns diperhatikan terhadap runway
 Panjang
 Orientasi angin
 Jumlah
 Lebar
 Jarak terhadap taxiway

b) Menentukan lokasi:
• Aktifitas penerbangan
• Perkembangan daerah sekeliling
• Kondisi atmosfer
• Jalan masuk transportasi darat
• Tersedianya lahan untuk pengembangan
• Kondisi topografi
• Lingkungan
• Adanya bandara lain
• Tersedianya utilitas

Dilakukan setelah lokasi bandara ditentukan

c). Suvey lapangan
• Pertimbangan operasional
 Ruang angkasa
 Obstacle
 Hazard
 Cuaca
 Alat bantu pendaratan

 Pertimbangan operasional

• Pertimbangan Sosial
 Keeratan dengan pusat kebutuhan jalan masuk darat
 Kebisingan
 Tata guna lahan

• Pertimbangan Biaya
 Topografi
 Tanah & material konstruksi
 Pelayanan
 Utilitas

d). Review dan potensial sites
 Mengurangi jurnlah lokasi yang pantas untuk detail lebih lanjut.
e). Persiapan outline rencana, estimasi biaya & pendapatan
f). Evaluasi akhir & pemilihan
 Pertimbangan biaya yang paling rnurah
g). Laporan & rekomendasi
 Outline, analisa biaya, tindakan lanjut buat bandara.










III. Pengaruh Prestasi Pesawat terhadap Panjang Runway
Untuk menghitung panjang runway akibat pengaruh prestasi pesawat dipakai suatu peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Amerika Serikat bekerja sama dengan Industri Pesawat Terbang yang tertuang dalam Federal Aviation Regulation (FAR). Peraturan-peraturan ini menetapkan bobot kotor pesawat terbang pada saat lepas landas dan mendarat dengan menentukan persyaratan prestasi yang harus dipenuhi.

3.1. Tipe Mesin Pesawat dan Panjang Runway
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga keadaan tersebut adalah:

1) Lepas landas normal
Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup dihutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan karakteristik khusus dan pesawat terbang tersebut.

2) Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin
Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk berhenti.

3) Pendaratan
Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan variasi normal dan teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches) dan lain-lain.
Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dan ketiga analisa di atas. Peraturan-peraturan yang berkenaan dengan pesawat terbang bermesin piston secara prinsip mempertahankan kriteria diatas. tetapi kriteria yang pertama tidak digunakan. Peraturan khusus ini ditujukan pada manuver lepas landas normal setiap hari, karena kegagalan mesin pada pesawat terbang yang digerakkan turbin lebih jarang terjadi.
Dalam peraturan-peraturan baik untuk pesawat terbang bermesin piston maupun untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin, perkataan runway dikaitkan dan perkerasan kekuatan penuh mempunyai arti yang sama


Pengaruh kondisi pesawat dengan panjang landasan

Agar lebih jelas rnengenai ketiga keadaan yang dimaksud diatas dapat dilihat
pada dengan keterangan sebagai berikut:
1) Keadaan pendaratan ,(gambar 1.25a) peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak peinberhentian (stop distance SD) yaitu 60 persen dan jarak pendaratan, dengan menganggap bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.

2) Keadaan normal, semua mesin bekerja ,(gambar 1.25c) memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance = TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak mi harus dengan = CW). Separuh dan selisih antara 115 persen dan jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pen gangkatan (lift off distance = LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway). Bagian selebihnya dan jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).

3) Keadaan dengan kegagalan mesin : peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase. seperti pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop distance = ASD). Untuk pesawat terhang yang digerakkan turbin karena jarang mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway = SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).


Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dan tiga bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan sebagai benikut:
Keadaan lepas landas normal:
FL =FS + CW (l.1)
Dimana CW = 0.50 [TOD — 1.15 (LOD)j (1.la)
TOD = 1,15 (D35) (1.lb)
FS =TOR (1.lc)
TOR = TOD - CW (1.id)

FS : Panjang perkerasan kekuatan penuh (Full Strength), m
CW : Daerah bebas (Clearway), in
TOD : Jarak lepas landas (Take Off Distance), m
LOD : Jarak pengangkatan (Lift Off Distance), m
D35 : Jarak pada ketinggian 35 ft, m
TOR Jarak pacuan lepas landas (Take Off Run), rn

Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin:
FL =FS+CW (1.2)
Dimana CW = 0.50 (TOD — LOD) (1.2a)
TOD=D35 (1.2b)
FS =TOR (1.2c)
TOR=TOD-CW (1.2d)

Keadaan lepas landas yang gagal (ditunda):
FL=FS+SW (1.3)
Dimana FL=ASD (1.3a)

Keadaan pendaratan:
FS=LD (1.4)
SD
Dimana LD = (1.5)
0,60

Keterangan:
ASD : Jarak percepatan berhenti (Accelerate Stop Distance), m
LD : Jarak pendaratan (Landing Distance). m
SD : Jarak pemberhentian (Stop Distance). M

Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya yang terdiri dan perkerasan kekuatan penuh. daerah henti dan daerah bebas, setiap persarnaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut:
FL= (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5)
FS = (TOR, LD)I/ maks (1.6)
SW = ASD (TOR, LD)/ maks (1.7)
CW = (FL — ASD, CW)/ mm (1.8)

Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0.

Apabila pada runway dilakukan operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang runway harus ada dalam setiap arah.


3.2. Perhitungan Panjang Runway Aki bat Pengaruh Kondisi Lakal Bandara.

Lingkungan bandara yang berpengaruh terhadap panjang runway adalah: temperatur, angin permukaan (surface wind). kemiringan runway (effective gradient), elevasi runway dan permukaan laut (altitude) dan kondisi permukaan runway.

Sesuai dengan rekomendasi dan International Civil Aviation Organization (ICAO) hahwa perhitungan panjang runway harus disesuaikan dengan kondisi lokal lokasi bandara, Metoda ini dikenal dengan metoda Aeroplane Reference Field Length (ARFL). Menurut ICAO. ARFL adalah runway minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas pada maximum sertificated take off weight, elevasi muka laut, kondisi atmosfir standar, keadaan tanpa angin bertiup, runway tanpa kerniringan (kemiringan = 0). Jadi didalam perencanaan persyaratan-persyaratan tersebut harus dipenuhi dengan melakukan koreksi akibat pengaruh dan keadaan lokal, Adapun uraian dan faktor koreksi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Koreksi elevasi
Menurut ICAO bahwa panjang runway bertambah sebesar 7% setiap kenaikan 300 m (1000 ft) dihitung dan ketinggian di atas permukaan laut. Maka rumusnya adalah:

3 komentar: